Mungkin sudah digariskan, Aceh menjadi daerah konflik sepanjang masa. Hal ini terlihat dari sebuah buku karangan Anthony Reid, seorang ahli sejarah Asia Tenggara yang pernah belajar di Selandia Baru dan Cambridge. Dalam buku yang diberi judul “Asal Mula Konflik Aceh” itu disebutkan bahwa Aceh sudah bergejolak dalam konflik sebelum bergabung bersama Indonesia hingga akhir abad 19, saat Aceh ditetapkan menjadi salah satu wilayah Kesatuan Republik Indonesia, pun Aceh dalam konflik.
Menurut Reid, dalam buku itu, jika
pada tahun 1870-an, orang Aceh pernah menjadi korban agresi Belanda dan
realpolitik Inggris, selanjutnya Aceh juga menjadi korban tak berdosa dari
negara yang merangkulnya menjadi sebuah wilayah kesatuan republik. Tak cukup
sampai di situ, kekaguman Reid, yang saat ini menjadi Direktur Asia Research
Intitute di National of Singapore, mengatakan bahwa Aceh sebagai korban tak
bersalah juga harus mengalami derita setelah diamuk gelombang tsunami.
Mungkin, anggapan bahwa Aceh adalah
laboratorium percobaan memang tepat sekali dan sebagai wadah percobaan, Allah
swt. pun melakoni itu. Lihat saja, gejolak kekacauan di Aceh belum pudar hingga
sekarang. Jika zaman indatu Aceh dicoba dengan perang melawan kaphé Beulanda,
setelah Belanda angkat kaki dari Bumi Fansuri ini, perang tetap berlanjut.
Perang cumbok hingga pemberontakan DI/TII merupakan percobaan demi percobaan
untuk Aceh. Setelah merdeka pun, perang masih juga ada.
Kemudian, Aceh dicoba melalui metode
baru, yakni air laut naik ke darat. Pasca-air laut naik, pun kenyataannya
konflik masih juga belum berakhir di Bumi Iskandar Muda ini. Masalah pembagian
bantuan kepada korban bencana saja, tetap menimbulkan konflik. Hal itu masih
ada sampai sekarang. Demikian hebatnya Aceh dalam konflik hingga daerah ini pun
mendapat gelar sebagai laboratorium percobaan atau mungkin pula sebagai
laboratorium konflik, sehingga Indonesia yang mengakui Aceh sebagai salah satu
wilayah kesatuannya, pun ikut-ikutan menggelar percobaan di Aceh.
Percobaan ala Indonesia itu sangat
jelas dengan beberapa ketetapan dan kebijakan untuk Aceh semisal dicoba beri
julukan daerah istimewa, lantas dicoba dengan kebijakan syariat Islam, mungkin
pula penerapan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UU PA) juga salah satu
percobaan Indonesia apakah Aceh mampu mengelola daerahnya atau tidak.
Kendati mengalami gejolak percobaan
panjang dan berliku, bermula konflik di Aceh, menurut buku Reid ini, Aceh tidak
pernah menjadi pemberitaan utama dunia. Melatarbelakangi anggapan tersebutlah,
Reid akhirnya memutuskan untuk mengadakan penelitian tentang Aceh. Penelitian
tersebut dirangkumnya menjadi sebuah disertasi pendidikannya saat di Cambridge
University. Disertasi doktoral itu kemudian dijadikannya sebuah buku bertajuk
“Asal Mula Konflik Aceh”.
Laiknya sebuah disertasi, data dan
fakta dalam buku ini juga dapat dijadikan sebagai pembenaran terhadap kisah
panjang konflik di Aceh. Mulanya disertasi tersebut masih dalam bahasa Inggris.
Agar dapat dibaca oleh bangsa Melayu pada umumnya dan Indonesia (Aceh )
khusunya, disertasi tersebut diterjemahkan oleh Masri Maris dan diterbitkan oleh
Yayasan Obor. Penerjemahan disesuaikan dengan kondisi realitas yang ada. Hal
ini diakui langsung oleh Masri dalam pengantarnya terhadap buku tersebut.
Kendati demikian, teks asli dari disertasi Reid masih utuh, sebab ia
diterjemahkan dengan utuh. “Kecuali judulnya,” tulis Masri.
Buku setebal 372 halaman itu juga
dilengkapi dengan lampiran foto-foto sejarah Aceh masa lampau, data statistik
penduduk Belanda di Aceh semasa menjajah daerah ini—baik yang tewas dalam
perang maupu karena penyakit, dan sebagainya. Kecuali itu, buku ini juga
dilampiri dengan statistik perdagangan Aceh masa silam semisal perdagangan
Penang dan Aceh, juga dilengkapi dengan indeks.
Sebagai sebuah buku sejarah, “Asal
Mula Konflik Aceh” ini penting dibaca oleh siapa saja, terutama bagi peneliti
yang hendak tahu lebih banyak tentang Aceh, agresi militer, dan geliat Belanda
dalam menerapkan politik perdagangannya hingga menjadi bangsa penjajah. Belanda
dikenal orang Aceh dengan kelicikan pola pemerintahan dan pertaniannya diulas
secara rinci oleh Reid. Reid mengumpulkan data-data sejarah tersebut dari arsip
historis bangsa Eropa (terutama Belanda dan Inggris) sehingga sulit dibantah
kebenarannya bahwa Aceh memang daerah modal.
Review Buku : ASAL MULA KONFLIK
ACEH
Judul : Asal Mula Konflik Aceh
Sub Judul : Dari Perebutan Pantai Timur Sumatera hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19
Judul Asli : The Contest for North Sumatera: Acheh, the Netherlands and Britain 1858-1898
Hak Cipta : Oxford University Press, 1969 University of Malaya, 1969
Penulis : Anthony Reid
Penerjemah : Masri Maris
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Edisi Pertama : Juli 2005
Kategori : sejarah, politik,
0 komentar:
Posting Komentar